Moltoday.com-Malang |Setiap orang tua sangat merindukan si buah hati (anak) yang menjadi penerus keluarga. Dan sebagai orang tua harus bertanggungjawab karunia yang diberkan Tuhan. Beda dengan Tajab (34) dengan tega menyiksa anak kandungnya selama 6 tahunan.
Tajab pun digelandang petugas dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang, Jumat (21/12). Mengenakan baju warna oranye bertuliskan 'tahanan', kini dia resmi menjadi penghuni hotel prodeo Polres Malang.[cut]
Pasalnya, Tajab seharian sebagai buruh tani ini ditahan karena diduga melanggar UU Nomor 23 tahun 2004, mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Dia menganiaya anak kandungnya, PW, (16), selama enam tahun
Anehnya Tajab tampak cengengesan saat dimintai keterangan oleh penyidik UPPA. Keterangan yang diberikan juga kerap berubah. Bahkan, dia juga mengaku tak menyesal dan merasa berbuat jahat dengan menganiaya korban. Jawaban acuh tak acuh dan polos tersangka ini membuat penyidik pun geram. Mereka harus mengeluarkan suara tinggi hingga tersangka mau tak mau mengaku menyesal. "Ojo bohong loh ya pak. Katakan yang jujur," desak salah satu penyidik.
Dari mulut tersangka, dia mengaku telah menganiaya anaknya selama enam tahun. Hal ini dilakukan sejak si anak tinggal bersama dia dan istrinya.
Sebelumnya, remaja tanggung tak sekolah itu tinggal bersama neneknya. Karena si nenek meninggal, akhirnya tinggal di rumah ayahnya, Dusun Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang.[cut]
Tajab kerap marah saat mendapati anak gadisnya tak berada di rumah. Padahal, menurutnya sudah pergi sejak pukul 06.00 WIB dan baru pulang menjelang Maghrib.
Jika sudah begini, Tajab naik darah. Dia seolah kalap dan memukuli anaknya dengan membabi buta. Mulai dari menampar, memukul dengan tangan kosong bagian tengkuk, hingga memukul dengan sapu atau gagang kayu.
Bukan hanya itu, Tajab bahkan menyundut wajah korban dengan rokok. Lutut dan betis juga menjadi sasarannya.
Parahnya lagi, beberapa waktu lalu, Tajab marah besar kepada PW. Saat itu, PW diminta ibunya untuk membeli beras. Namun, ditunggu lama anaknya itu tak pulang-pulang, dan baru pulang saat petang. Hal ini membuat Tajab emosi.
Dia menyundut korban dengan rokok. Bahkan meminta anak sulungnya itu untuk menjulurkan lidah. Setelah lidah terjulur, tanpa ampun ditusukkan jarum jahit ke lidah PW, beberapa kali. Hingga PW menangis dan meraung kesakitan.
"Gitu itu, apa anaknya nggak kesakitan? Nggak berlumuran darah lidahnya," tanya salah satu penyidik, Palupi.[cut]
"Ya nangis, ya bilang sakit, ya berlumuran darah," jawab Tajab enteng.
"Kemudian, sampeyan nggak kasihan? Nggak sampeyan obati?" lanjut Palupi.
"Nggak," jawab Tajab.
Tajab mengaku, dia kesal karena si anak kerap keluar rumah. Begitu juga ketika diminta untuk mencari kayu. PW akan pulang menjelang sore. Bukan hanya itu, Tajab juga merasa malu ketika PW sering menunggu di tempat orang hajatan. Seolah tengah menantikan bingkisan hajatan.
"Pulang kerja, tani, capek lihat anak begitu. Saya marah. Dia juga sering, orang punya gawe ditungguin. Kan saya malu sebagai orang tua," katanya. Selama ini, Tajab mengaku tidak pernah menasehati anaknya dengan lembut, dengan duduk manis sambil saling bertukar cerita. Hanya cara kekerasan yang dia lakukan. "Kalau dia mulai nggak pulang, ya saya pukuli," katanya.
Ternyata, kebrutalan Tajab ini sudah menjadi rahasia umum di kampungnya. Warga kampung hingga perangkat desa dibuat gerah. Pernah hal ini dilaporkan ke perangkat desa. Kemudian diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
"Tapi ternyata nggak berhenti. Akhirnya kerabat korban ini marah. Karena sudah ada kesepakatan kok si anak tetap dipukuli. Akhirnya mereka lapor kepada polisi," kata Kanit PPA Polres Malang Ipda Yulistiana Sri Iriana.***(Red)