Ketum BPI : Polda Sumut Harus Tegas Terkait Kasus Dodi Shah

author photo

MEDAN,MOLTODAY.COM  |Terkait viralnya pemberitaan dari berbagai media cetak dan online atas penangkapan Musa Idishah alias Dody Shah menjadi pusat perhatian di kalangan masyarakat dan praktisi hukum, tapi menjadi pertanyaan kenapa Dodi Shah tidak ditahan dengan alasan tersangka kooperatif, padahal Dodi Shah mangkir 2 kali atas panggilan penyidik, diucapkan Ketum Barisan Pelopor Indonesia (BPI) Drs TB Rahmad Sukendar,SH,MH., ke Redaksi media ini, Kamis (31/01) melalui pesan whatsapp.



BACA : Dodi Shah, Mangkir 2 Kali, Dijemput Paksa, Tersangka, Ancaman Hukuman 8 Tahun,. . . tapi tak Ditahan

Ketum BPI Drs TB Rahmad Sukendar, SH, MH., meminta kepada Kapolri untuk menurunkan TIM ke Polda Sumatra Utara terkait tidak di tahannya Dodi Shah oleh Penyidik Dit Reskrimsus Polda Sumut, agar tidak ada ofini di masyarakat bahwa hukum itu tajam kebawah dan tumpul ke atas.


"Dan karena sebagai orang kuat di Sumut maka tidak ada keberanian dari Penyidik untuk melakukan penahanan atas dasar tebang pilih nya penanganan proses Pidana di Polda Sumut, "tambah nya.

Ketua  (BPI) Drs TB Rahmad Sukendar, SH, MH., meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatra Utara untuk tidak tebang pilih dalam menangani suatu perkara, agar hukum dan rasa keadilan dapat dirasakan oleh masyarakat. Jangan karena ada kedekatan atau ada pengaruh orang kuat maka proses hukumnya terasa janggal di rasakan oleh berbagai pihak di Sumatra Utara

Lanjut Sukendar, "contoh kasus DL Sitorus sama kejadianya dengan yang saat ini ditangani Poldasu dan itu langsung ditahan. Jika memang Poldasu berkomitmen untuk penegakkan hukum agar kiranya jangan ada berat sebelah menangani kasus tersebut, agar tidak ada prasangka buruk kepada pihak Kepolisian".

Kutipan Medan.tribunnews.com, "Dia diduga melakukan alih fungsi kawasan hutan dari hutan lindung menjadi perkebunan sawit seluas 366 hektar di tiga kecamatan yaitu Seilepan, Brandan Barat, dan Besitang. Semuanya di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara".

Dodi disangka melanggar pasal berlapis yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sumber:Barisan Pelopor Indonesia
Editing:Redaksi


Komentar Anda

Berita Terkini