PT. Pelindo I Belawan Mangkir Dari RDP Yang Dijadwalkan DPRD Kota Medan

author photo

Medan    l Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi B, Senin (21/1) terkait proyek reklamasia Kementrian Perhubungan (Kemenhub) dan PT. Pelindo I daerah Belawan, Provinsi Sumatera Utara.

Rapat ini dipimpin Drs. H. Muhammad Yusuf, S.Pd.I (Fraksi PPP) selaku anggota Komisi B, Drs. Wong Chun Sen, M.Pd.B (Fraksi PDIP), H. Jumadi, S.Pd.I (Fraksi PPP), beberapa perwakilan nelayan, Otoritas Perhubungan Belawan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara (Sumut) beserta awak media.

Pantauan awak media ini dilokasi, pihak  PT. Pelindo I Belawan tidak tampak, diduga sengaja mangkir meskipun sudah dikirimkan surat undangan yang dibuat oleh Wakil Rakyat Kota Medan. Sebagai pimpinan rapat, Muhammad Yusuf sangat menyesalkan ketidakhadirannya. Sesaat sebelum memulai rapat, ia sempat menelpon seseorang yang merupakan bagian dari Pelindo, namun tidak mendapatkan jawaban yang pasti untuk dapat berbicara dengan pimpinan Pelindo I.

" Sebenarnya kalau bisa yang hadir ini dapat memenuhi undangan sebagaimana yang kita maksudkan. Tadi saya sudah coba berkomunikasi dengan PT. Pelindo ini. Sepertinya tidak kena sasaran karena tidak tahu menahu, dia mengaku sebagai orang biasa dan lain," katanya.

Sesuai pengakuan seorang nelayan, ada dampak tidak baik yang ditimbulkan oleh proyek tersebut. Para nelayan juga merasa tindakaan ketidakadilan yang dilakukan kepada mereka.

" Kami, para nelayan yang mencari nafkah di perairan Belawan sangat merasakan dampaknya setelah pembangunan itu. Pertama yaitu pengorekan pasir meyebabkan abrasi yang sangat rentan timbul kepada masyarakat Belawan. Yang kedua, pengorekan alur baru yang berdampak ada nelayan pencari. Ketiga, menambah biaya abrasi nelayan untuk melaut, begitu ditutupnya alur, sehingga kami berputar untuk melaut yang menambah biaya abrasi melaut. Kami suda mengkaji kepada rekan-rekan nelayan yaitu membutuhkan bbm 1 liter. Jadi, kalau sebulan kami, kenalah 30 liter. Artinya,  kami menambah 200 ribu untuk menambah akibat reklamasi. Kami tetap tidak merintangi pembangunan tersebut, kami mau mencari keadilan, tapi kebohongan yang kami dapatkan," kata Jalaluddin.

Lanjutnya, Otoritas pelabuhan Belawan sempat meminta surat legalitas dan para nelayan telah melengkapinya sesuai yang diminta meskipun sudah terkena dampak.

" Sampai saat sekarang, sampai 1 tahun 8, tidak ada yang menanyakan kepada kami, berapa biaya kerugian nelayan akibat pembangunan. Walaupun yang membangun ini. Walaupun ini yang bangun BUMN, kami juga badan usaha milik keluarga tapi untuk kepentingan negara. Kenaa kami tidak ribut?  Karena kami menghargai lagi ketentuan didaerah ini. Karena sudah 1 tahun 8 bulan, jadi kami bilang penzoliman dan kebohongan-kebohongan yang kami daat. Kami minta kepada anggota dewan, kalau ini todak selesai, kami bukanlah jadi anak, kami tidak mau dibohongin. Ada kemungkinan kami juga akan menutup alur pembangunan yang ada dipelabuhan belawan, biar sama kita rasakan bagaimana alur nelayan ditutup. Kami minta  saja sangat. Kami meminta keadilan untuk kerugian kami selama ini berlayar, tapi kmi tidak mendapatkan keadilan. Kami minta kerugian yang ditanggung akibat dampak lingkungan yang terjadi," jelasnya.

Seorang nelayan lainnya juga meminta Dinas Perikanan untuk meninjau secara langsung bagaimana situasi dilokasi dan tidak mengirimkan orang sebagai perwakilan untuk melihat nelayan yang mencari rezeki dilautan.
" Nelayan sangat kesal kepada Dinas Perikanan, karena tidak melihat nelayan tadi secara. Banyak nelayan yang dimasukkan Dinas Perikanan demi yang bukan nelayan yang tidak punya legalitas. Itu terlalu bnyak, sehingga nelayan terlalu bantuan nelayan. Bahkan, kami yang punya legalitas seperti tak diperhatikan," terangnya.

Selanjutnya, pihak Otoritas Perhubungan Belawan mengatakan, selalu berkomitmen untuk menjembatani permasalahan.

" Kita selalu mendukung keluhan dari nelayan. Sudah beberapa kali audiensi, kita selalu menyambut bapk-bapak nelayan. Kami juga sudah menyurati dinas-dinas tingkat 1 dan 2 terkait dayta-data. Dilokasi, anggota DPRD Sumut juga sudah meninjau dan mereka juha mrninjau ke kantor. Kita tidak mengabaikan permasalahan ini. Perlu juga kami sampaikan, bahwasannya reklamasi itu terbagi 2, yaitu fase 1 dan fase 2. Dimana fase 1 yang saya sebutkan tadi bersumber pinjaman luar negeri, dikelola langsung oleh Kementerian Perhubungan dibawah Direktorat Jendral Perhubungan Laut. Jadi, mohon izin, ini bukan wewenang kami. Kita hanya untuk mengawasi saja, tetapi kalau untuk urusan internal project, tidak punya kuasa disana. Kita hanya bisa, menginformasikan perkembangan-perkembangan ataupun isu-isu sosial yang ada  pelabuhan Belawan. Apapun masalahnya kami selalu infokan di pusat," ungkapnya.

Menurut Permen No.5 Tahun 2012, bahwa reklamasi harus wajib AMDAL dan memiliki ijin lingkungan. Hal tersebut dikatakan perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup.

" Wajib AMDAL ya..! Harus ada kajian sebelum ini, tentu berdampak penting, termasuk pencarian nelayan pasti terganggu. Bukn saja nelayan, juga mengganggu biota air, pasti terganggu. Tentunya, yang namanya reklamasi itu banyak, itu pasti perusakan. Tapi, kalau itu sudah dan sudah dikaji, tentu datanya bisa," ujarnya.

Dari hasil RDP ini, anggota DPRD Kota Medan akan membuat surat untuk pemanggilan (PT. Pelindo I Belawan) kembali dan menjadwalkan RDP selanjutnya di ruang Komisi B.
" Kita akan buat surat pemanggilan lagi untuk PT. Pelindo I Beawan untuk di RDP kan kembali," pungkas  Wong Chun Sen.(red)
Komentar Anda

Berita Terkini