Oleh : Sultan Rohidin Patrakusumah VIII
Masa kekuasaan Galuh Pakuan yang berdasarkan sistem negara federation atau pajajaran, dikup dengan penghianatan Cirebon hanya atas dasar iri dengki karena adanya keinginan anak-anak dari Subanglarang yang berkeinginan menjadi Maharaja pengganti Prabu Jayadewata, atau Prabu Siliwangi, tetapi faktanya hasil sidang para Resi atau para Dalem berikut Raja Raja bagian .
Dalam penentuan suara dimenangkan Prabu Surawisesa anak dari ketring manik Mayang Sari, hingga pada tahun 1521 secara sah dilatik jadi Maharaja.
Anak-anak dari Subanglarang membuat strategi kerjasama dengan Raja dan Sultan dari Timur dengan mengangkat isu bahwa kebijakan Surawisesa pro barat dan melarang penyebaran Islam di Pajajaran.
Alasan yang digaungkan karena Surawisesa sudah menandatangani perjanjian Padrao tentang pertahanan dan perdagangan dengan Portugis dalam rangka memperkuat ekonomi dan keamanan dengan bangsa Eropa. Itulah awal hembusan fitnah yang dimainkan anak-anak Subanglarang hingga terjadi kup serangan ke Pajajaran pada 1527 m.
Dalam perjalanan Surawisesa menjadi raja tercatat dalam sejarah keluarga saya 15 kali perang sampai terahir patihnya Suradipati berkhianat. Dan atas dorongan keluarga Surawisesa sempat datang ke Carubanagari istana Pakungwati untuk berdamai, tetapi dalam perjalanan Surawisesa mendapat penghinaan dari Suradipati yang ternyata sudah ada di Keraton Pakungwati, sementara itu anak anak dari Subanglarang tidak ada di Cirebon, sedang berkumpul dan menggelar rapat di Demak Bintoro.
Maka semenjak pulang dari Cirebon konon katanya kembali ke Galuh Ciamis tempat kelahirannya, dan berziarah ke makam kakeknya Prabu Wastukencana, lalu menuju kakek dari ibu Prabususuk Tunggal yang konon setelah tidak jadi raja Sunda karena diserahkan ke Jaya Dewata ayah dari Surawisesa.
Prabu Susuk Tunggal menetap di Padumukan atau kampung Giriawas, yang saat ini ada di desa Karyabakti, Kecamatan Parungponteng .
Karena di rumah Prabu Susuk Tunggal ada putrinya Nyimas Dewi Ratna Kusumah dalam pengungsian setelah peperangan terjadi di ibu kota Galuh Pakuan ( saat ini bernama Bogor Jakarta ). Dan saat itu ada juga menantunya Radianpatra atau yang lebih dikenal dengan Patrakusumah, bermusyawarah hingga terjadi penyerahan mandat kekuasaan Galuh Pakuan untuk dilanjutkan Patrakusumah secara keluarga.
Dan pada saat itu dikeluarkan surat kemaha rajaan kepada seluruh raja-raja bawahan di seluruh federation atau Pajajaran untuk mengikuti aturan Sultan Patrakusumah yang diberi gelar Sultan Agung Patrakusumah Kalipatul Muslimin Panatagama .
Mandat tersebut diterima 1548 m, dan dalam perjalanannya Sultan melakukan beberapa langkah kebijakan diantaranya membalik nama egendom Galuh Pakuan Pajajaran ke atas ama Selaco Pajajaran .
Melalui notaris Opramento dua Sultan menindak lanjutinya dalam rangka melanjutkan kerjasama dengan Eropa untuk membangun ibu kota Selaco di wilayah kerajaan Sukakerta. Pada saat itu rajanya Prabu Srigading Anteg dan sepakat , yang akan membangun ibu kota pada saat itu akan dilaksanakan oleh Inggris, Turki dan Perancis .
Tetapi di perjalanan dikhianati oleh putra raja Srigading Anteg hingga pembangunan tidak terjadi karena keburu diserang oleh pasukan Mataram, berperang di daerah perbatasan Garut dan Singaparna, hingga terjadilah perjanjian .
Karena Sultan tidak menginginkan banyak korban perang maka Sultan menyerahkan kelola administrasi ke Mataram, tetapi Sultan Patrakusumah minta satu wilayah yang tidak boleh dijamah Mataram, dan Mataram wajib membayar royalti atas kelola administrasi Pajajaran yaitu Daerah Istimewa Pamijahan .
Hingga surat atau piagam ditanda tangani Sultan Agung Mataram Hanyokrokusumo. Tetapi tidak berjalan lama royalti masuk karena Sultan Mataram wafat dan terjadi perebutan tahta di Keraton Mataram antara Mangkurat Agung dan Mamgkurat Sayidin. Ditambah kondisi Selaco saat itu setelah wafat Sultan Patrakusumah, putra mahkota pun wafat dibunuh salah satu senapati kerajaan Sumedang, sementara putranya masih bayi hingga Selaco dijabat oleh kerabat hingga terahir dijabat oleh Sultan R. Abdulwahid Natakusumah dan Kyai Seh Abdulmuhyi.
Tidak lama kemudian, masa itu ada perubahan di Mataram dimana VOC ikut berperan di pemerintahan mataram dan berubahlah sistem .Dan penamaan Adipati menjadi Residen .
Ketika Belanda berkuasa atas Mataram masalah Selacau atau Pajajaran siapapun yang berdiri menjadi penguasa di atas tanah federation sifatnya hanya pengelola administrasi karrena egendom kerajaan sudah menjadi Selaco atau Selacau Tunggul Rahayu yang saat ini pengesahan nya sudah ditetapkan oleh PBB menjadi Selaco International Federation, dengan penanggungjawab NGO adalah Sultan Rohidin Patrakusumah sebagai wilayah independen dan sebagai lesensi kebijalan keuangan dunia.
Adapun bertindak sebagai Ketua Majlis Tinggi Selaco adalah Mr. Bambang Utomo, grantor NGO dari tanah ulayat Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatra. Sementara Sultan Selaco adalah NGO daripada ulayat peninggalan Galuh Pakuan Pajajaran atau saat ini Selaco International Federation.
Itulah fakta hukum Selaco . Semoga bermanfaat dan sebagai NKRI, artinya seluruh administrasi di atas Selaco harus mengembalikan hak dan cakupan Selaco sesuai aturan hukum . Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sesuai fakta hukum pula ibu kota negara republik Indonesia harus kembali kepada putusan hukum MI yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta .
Selanjutnya marilah bersama merawat bumi dan isinya untuk kepentingan rakyat bangsa dan negara bagian dari kesatuan dan persatuan .
Masa kekuasaan Galuh Pakuan yang berdasarkan sistem negara federation atau pajajaran, dikup dengan penghianatan Cirebon hanya atas dasar iri dengki karena adanya keinginan anak-anak dari Subanglarang yang berkeinginan menjadi Maharaja pengganti Prabu Jayadewata, atau Prabu Siliwangi, tetapi faktanya hasil sidang para Resi atau para Dalem berikut Raja Raja bagian .
Dalam penentuan suara dimenangkan Prabu Surawisesa anak dari ketring manik Mayang Sari, hingga pada tahun 1521 secara sah dilatik jadi Maharaja.
Anak-anak dari Subanglarang membuat strategi kerjasama dengan Raja dan Sultan dari Timur dengan mengangkat isu bahwa kebijakan Surawisesa pro barat dan melarang penyebaran Islam di Pajajaran.
Alasan yang digaungkan karena Surawisesa sudah menandatangani perjanjian Padrao tentang pertahanan dan perdagangan dengan Portugis dalam rangka memperkuat ekonomi dan keamanan dengan bangsa Eropa. Itulah awal hembusan fitnah yang dimainkan anak-anak Subanglarang hingga terjadi kup serangan ke Pajajaran pada 1527 m.
Dalam perjalanan Surawisesa menjadi raja tercatat dalam sejarah keluarga saya 15 kali perang sampai terahir patihnya Suradipati berkhianat. Dan atas dorongan keluarga Surawisesa sempat datang ke Carubanagari istana Pakungwati untuk berdamai, tetapi dalam perjalanan Surawisesa mendapat penghinaan dari Suradipati yang ternyata sudah ada di Keraton Pakungwati, sementara itu anak anak dari Subanglarang tidak ada di Cirebon, sedang berkumpul dan menggelar rapat di Demak Bintoro.
Maka semenjak pulang dari Cirebon konon katanya kembali ke Galuh Ciamis tempat kelahirannya, dan berziarah ke makam kakeknya Prabu Wastukencana, lalu menuju kakek dari ibu Prabususuk Tunggal yang konon setelah tidak jadi raja Sunda karena diserahkan ke Jaya Dewata ayah dari Surawisesa.
Prabu Susuk Tunggal menetap di Padumukan atau kampung Giriawas, yang saat ini ada di desa Karyabakti, Kecamatan Parungponteng .
Karena di rumah Prabu Susuk Tunggal ada putrinya Nyimas Dewi Ratna Kusumah dalam pengungsian setelah peperangan terjadi di ibu kota Galuh Pakuan ( saat ini bernama Bogor Jakarta ). Dan saat itu ada juga menantunya Radianpatra atau yang lebih dikenal dengan Patrakusumah, bermusyawarah hingga terjadi penyerahan mandat kekuasaan Galuh Pakuan untuk dilanjutkan Patrakusumah secara keluarga.
Dan pada saat itu dikeluarkan surat kemaha rajaan kepada seluruh raja-raja bawahan di seluruh federation atau Pajajaran untuk mengikuti aturan Sultan Patrakusumah yang diberi gelar Sultan Agung Patrakusumah Kalipatul Muslimin Panatagama .
Mandat tersebut diterima 1548 m, dan dalam perjalanannya Sultan melakukan beberapa langkah kebijakan diantaranya membalik nama egendom Galuh Pakuan Pajajaran ke atas ama Selaco Pajajaran .
Melalui notaris Opramento dua Sultan menindak lanjutinya dalam rangka melanjutkan kerjasama dengan Eropa untuk membangun ibu kota Selaco di wilayah kerajaan Sukakerta. Pada saat itu rajanya Prabu Srigading Anteg dan sepakat , yang akan membangun ibu kota pada saat itu akan dilaksanakan oleh Inggris, Turki dan Perancis .
Tetapi di perjalanan dikhianati oleh putra raja Srigading Anteg hingga pembangunan tidak terjadi karena keburu diserang oleh pasukan Mataram, berperang di daerah perbatasan Garut dan Singaparna, hingga terjadilah perjanjian .
Karena Sultan tidak menginginkan banyak korban perang maka Sultan menyerahkan kelola administrasi ke Mataram, tetapi Sultan Patrakusumah minta satu wilayah yang tidak boleh dijamah Mataram, dan Mataram wajib membayar royalti atas kelola administrasi Pajajaran yaitu Daerah Istimewa Pamijahan .
Hingga surat atau piagam ditanda tangani Sultan Agung Mataram Hanyokrokusumo. Tetapi tidak berjalan lama royalti masuk karena Sultan Mataram wafat dan terjadi perebutan tahta di Keraton Mataram antara Mangkurat Agung dan Mamgkurat Sayidin. Ditambah kondisi Selaco saat itu setelah wafat Sultan Patrakusumah, putra mahkota pun wafat dibunuh salah satu senapati kerajaan Sumedang, sementara putranya masih bayi hingga Selaco dijabat oleh kerabat hingga terahir dijabat oleh Sultan R. Abdulwahid Natakusumah dan Kyai Seh Abdulmuhyi.
Tidak lama kemudian, masa itu ada perubahan di Mataram dimana VOC ikut berperan di pemerintahan mataram dan berubahlah sistem .Dan penamaan Adipati menjadi Residen .
Ketika Belanda berkuasa atas Mataram masalah Selacau atau Pajajaran siapapun yang berdiri menjadi penguasa di atas tanah federation sifatnya hanya pengelola administrasi karrena egendom kerajaan sudah menjadi Selaco atau Selacau Tunggul Rahayu yang saat ini pengesahan nya sudah ditetapkan oleh PBB menjadi Selaco International Federation, dengan penanggungjawab NGO adalah Sultan Rohidin Patrakusumah sebagai wilayah independen dan sebagai lesensi kebijalan keuangan dunia.
Adapun bertindak sebagai Ketua Majlis Tinggi Selaco adalah Mr. Bambang Utomo, grantor NGO dari tanah ulayat Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatra. Sementara Sultan Selaco adalah NGO daripada ulayat peninggalan Galuh Pakuan Pajajaran atau saat ini Selaco International Federation.
Itulah fakta hukum Selaco . Semoga bermanfaat dan sebagai NKRI, artinya seluruh administrasi di atas Selaco harus mengembalikan hak dan cakupan Selaco sesuai aturan hukum . Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sesuai fakta hukum pula ibu kota negara republik Indonesia harus kembali kepada putusan hukum MI yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta .
Selanjutnya marilah bersama merawat bumi dan isinya untuk kepentingan rakyat bangsa dan negara bagian dari kesatuan dan persatuan .