Dilaporkan : Amsari
Editor : Amsari,Redaksi
Sumber Humas BI
MEDAN |Rapat
Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 24-25 April 2019 memutuskan untuk
mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal
perekonomian Indonesia.
Sementara itu, untuk mendorong permintaan domestik Bank
Indonesia memperluas kebijakan yang lebih akomodatif antara lain dengan:
Meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman
pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter;. Mendorong efisiensi
pembayaran ritel melalui perluasan layanan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia/SKNBI (penambahan waktu dan percepatan setelmen, peningkatan batas
nominal transaksi, dan penurunan tarif);. Mendorong sisi supply transaksi
Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), khususnya melalui penyederhanaan
ketentuan kewajiban underlying transaksi;. Mendorong implementasi penyelenggara
sarana pelaksanaan transaksi di pasar uang dan pasar valas (market operator);. Mengembangkan
pasar Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif sumber pendanaan jangka
pendek oleh korporasi;. Mendorong perluasan elektronifikasi bansos non tunai,
dana desa, moda transportasi, dan operasi keuangan pemerintah.
Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga terus
dipererat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, khususnya dalam pengendalian
inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi ke depan, khususnya dalam memperkuat permintaan domestik dan mendorong
ekspor, pariwisata dan aliran modal asing.
Perbaikan ekonomi global lebih rendah dari prakiraan, sementara
ketidakpastian pasar keuangan berkurang. Ekonomi AS tumbuh melambat dipengaruhi
menurunnya pendapatan dan keyakinan pelaku usaha, terbatasnya stimulus fiskal
pasca berakhirnya penurunan pajak korporasi, serta berlanjutnya permasalahan
struktural di pasar tenaga kerja. Demikian pula ekonomi Tiongkok masih
melambat, meskipun telah dilakukan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak dan
pembangunan infrastruktur. Perbaikan ekonomi Eropa diprakirakan lebih lambat
akibat melemahnya ekspor dan belum selesainya permasalahan di sektor keuangan
serta berlanjutnya tantangan struktural terkait kondisi aging population.
Demikian juga perbaikan ekonomi negara-negara Amerika Latin dan Timur Tengah
lebih rendah dari prakiraan. Sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia, volume
perdagangan dan harga komoditas global menurun, kecuali harga minyak yang naik
pada periode terakhir karena faktor geopolitik. Respons kebijakan moneter
global tidak seketat prakiraan semula sehingga ketidakpastian pasar keuangan
global berkurang. Perkembangan ekonomi global di satu sisi memberikan tantangan
dalam mendorong ekspor, namun berkurangnya ketidakpastian keuangan global di
sisi lain berdampak positif bagi aliran masuk modal asing ke negara berkembang,
termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 diprakirakan tetap kuat
ditopang permintaan domestik. Konsumsi tetap tinggi didukung terjaganya
daya beli dan keyakinan masyarakat serta berlanjutnya stimulus fiskal, termasuk
melalui bantuan sosial dan belanja terkait Pemilu. Investasi sedikit melambat
sejalan pola musiman awal tahun dan diprakirakan kembali menguat pada
triwulan-triwulan berikutnya didukung keyakinan dunia usaha yang membaik serta
proyek infrastruktur yang berlanjut. Namun demikian, peran ekspor neto belum
kuat sejalan dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan menurunnya harga
komoditas. Ke depan, prospek pertumbuhan ekonomi tetap kuat ditopang permintaan
domestik sejalan keyakinan pelaku ekonomi yang tetap terjaga. Bauran kebijakan
Bank Indonesia, Pemerintah, dan otoritas terkait akan terus diperkuat guna
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik yang diprakirakan berada dalam
kisaran 5,0-5,4%.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2019 diprakirakan
surplus sehingga menopang upaya memperkuat stabilitas eksternal. Prospek NPI
ini dipengaruhi prakiraan defisit tansaksi berjalan yang berkurang dan surplus
transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Prospek perbaikan defisit
transaksi berjalan didukung peningkatan surplus neraca perdagangan yakni dari
0,33 miliar dolar AS pada Februari 2019 menjadi 0,54 miliar dolar AS pada Maret
2019. Peningkatan surplus dipengaruhi oleh kenaikan pada neraca perdagangan
nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas. Sementara itu, surplus
transaksi modal dan finansial cukup besar didukung aliran masuk modal asing
yang sampai dengan Maret 2019 tercatat 5,5 miliar dolar AS. Dengan perkembangan
ini, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 mencapai 124,5 miliar dolar
AS, setara dengan pembiayaan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, sinergi kebijakan tetap
difokuskan pada upaya memperkuat ketahanan eksternal. Langkah untuk memperkuat
ekspor, termasuk peningkatan kinerja sektor pariwisata, dan mengendalikan impor
akan terus ditempuh sehingga defisit transaksi berjalan 2019 dapat menuju
kisaran 2,5% PDB. Kebijakan juga diarahkan untuk menarik aliran masuk modal
asing untuk membiayai defisit transaksi berjalan.
Nilai tukar Rupiah menguat ditopang kinerja sektor eksternal yang
terus membaik. Nilai tukar Rupiah pada 23 April 2019 tercatat menguat 1,17%
secara point to point dibandingkan dengan akhir Maret 2019 dan 0,58% secara
rerata dibandingkan dengan rerata Maret 2019. Bila dibandingkan dengan level
2018, nilai tukar Rupiah juga menguat 2,17% secara point to point dan 0,80%
secara rerata. Perkembangan ini tidak terlepas dari perkembangan aliran masuk
modal asing yang besar ke pasar keuangan domestik, termasuk aliran masuk ke
pasar saham yang berlanjut pada April 2019. Ke depan, sejalan prospek sektor
eksternal yang membaik didorong prospek perekonomian domestik yang tetap positif
dan ketidakpastian pasar keuangan yang berkurang, Bank Indonesia memandang
nilai tukar Rupiah akan stabil dengan mekanisme pasar yang tetap terjaga baik.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan
domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan,
khususnya di pasar uang dan valas.
Inflasi pada Maret 2019 tetap rendah dan terkendali. Inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) Maret 2019 tercatat sebesar 0,11% (mtm) atau
inflasi 2,48% (yoy), setelah sesuai pola musimannya pada bulan lalu mengalami
deflasi sebesar 0,08% (mtm) atau inflasi 2,57% (yoy). Inflasi yang tetap
terkendali pada Maret 2019 dipengaruhi inflasi kelompok inti yang melambat dan
kelompok volatile food yang kembali mencatat deflasi. Sementara itu, inflasi
administered price naik didorong kenaikan tarif angkutan udara. Inflasi yang
dalam tren menurun beberapa tahun terakhir, termasuk terkendalinya inflasi
kelompok pangan, berdampak positif pada tetap terjaganya daya beli masyarakat,
khususnya masyarakat kelompok menengah bawah. Ke depan, Bank Indonesia tetap
konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan
Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap
rendah dan stabil dalam kisaran sasaran inflasi sebesar 3,5±1% pada 2019.
Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga ditempuh dalam
mengendalikan inflasi pada bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1440 H.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai fungsi intermediasi
yang stabil dan risiko kredit yang terkendali. Rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) perbankan Februari 2019 tetap tinggi yakni 23,4% dan
disertai rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni
2,6% (gross) atau 1,2% (net). Dari fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit pada
Februari 2019 tercatat 12,1% (yoy), stabil dibandingkan dengan pertumbuhan
kredit Januari 2019 sebesar 12,0% (yoy). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
pada Februari 2019 sebesar 6,6%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan
Januari 2019 sebesar 6,4%. Likuiditas perbankan terjaga, antara lain tercermin
pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 22,3% pada
Februari 2019. Sementara itu, kinerja korporasi go public membaik tercermin
dari peningkatan keuntungan dan kemampuan membayar kewajiban yang sejalan
dengan peningkatan aktivitas. Ke depan, Bank Indonesia memandang pertumbuhan
kredit akan terus berlanjut tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan. Hal
ini mempertimbangkan siklus kredit yang berada di bawah level optimum di tengah
prospek permintaan domestik yang meningkat. Bank Indonesia memprakirakan kredit
perbankan tetap tumbuh tinggi mendekati batas atas kisaran 10-12% (yoy)
sedangkan DPK berpotensi tumbuh dalam kisaran 8-10%.
Kelancaran sistem pembayaran tetap terpelihara, baik dari sisi
tunai maupun non tunai. Pembayaran tunai tumbuh positif, dengan Uang Yang
Diedarkan (UYD) tumbuh 5,6% (yoy) pada Maret 2019, sedangkan pembayaran non
tunai secara konsisten terus meningkat. Penggunaan ATM-Debit, Kartu Kredit dan
Uang Elektronik (UE) tumbuh 17,1% (yoy) pada Februari 2019, diantaranya UE yang
mengalami pertumbuhan mencapai 77,6% (yoy). Penggunaan ATM-Debit mendominasi
transaksi sistem pembayaran ritel dengan pangsa 94,8% dan pertumbuhan 16,6%
(yoy). Sementara itu, penggunaan UE di e-commerce terus meningkat di Februari
2019, didorong oleh pergeseran preferensi pembayaran dan preferensi atas barang
yang dibeli via e-commerce. Bank Indonesia mendorong perluasan program
elektronifikasi penyaluran bansos, dana desa, moda transportasi, dan operasi
keuangan Pemerintah sehingga dapat memperkuat peran sistem pembayaran dalam
mendukung kegiatan ekonomi. Bank Indonesia juga memastikan kecukupan pasokan
uang kertas dan logam dalam pecahan dan jumlah yang memadai di seluruh NKRI
dalam rangka menghadapi Ramadhan/Idul Fitri 1440 H.
Jakarta, 25 April 2019
Departemen Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif