Parlaungan S : "Ketersediaan RTH dan Kondisi Drainase Kunci Utama Agar Kota Medan Tidak Banjir Seperti Jakarta"

author photo



Publisistik : A.1.Red
Editor : Amsari,Redaksi

Medan  | Anggota Komisi D DPRD Medan Parlaungan Simangunsong mengatakan, agar banjir tidak merendam Kota Medan seperti di Jakarta, perlu ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) dan drainase yang seimbang. Meski saat ini  tidak separah Jakarta,Kota Medan masih menjadi langganan banjir setiap tahun.


Tapi menurut dia, nasib Medan bisa seperti Jakarta jika kedua aspek tersebut diabaikan. Apalagi beberapa kawasan di Medan,apabila hujan satu jam saja  sudah kebanjiran. Ada dua jenis banjir yang melanda Medan, karena guyuran hujan deras dan kiriman dari hulu (gunung). Tapi jika resapan air dan drainasenya baik, kalaupun banjir sebentar saja sudah surut.


Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang rencana detail tata ruang (RDTR) Kota Medan, pasal 13 disebutkan, zona RTH dan zona privat. RTH publik harus ada seluas ± 6.501,33 hektar  (22,26 persen) dari luas daerah. Sub-sub zona RTH nya terdiri dari, sub zona RTH taman kelurahan, taman kota, taman pemakaman umum, kawasan wisata, hutan kota,  lapangan olahraga dan jalur hijau jalan. Sedangkan zona RTH privat seluas minimal ± 2.920,49 (10 persen) dari luas daerah yang meliputi, RTH pekarangan dan atap bangunan. Sehingga jumlah keseluruhan 32,22 persen dari luar daerah harus RTH. Karena RTH memiliki daya serap yang kuat terhadap curah air yang besar.

“Namun, apakah amanah Perda RDTR ini sudah dipenuhi? Kemudian, apakah pengembang properti mengamalkan amanah Perda ini. Atau sudah tinggal berapa hektar RTH di Medan. Perlu dikaji ulang untuk mengantisipasi bahaya besar banjir untuk beberapa tahun ke depan,” ungkapnya.

Menurut politisi Partai Demokrat ini, drainase harus sempurna, elevasinya disesuaikan secara teknis. Termasuak penampang parit (besar parit) harus diperkirakan dengan curah hujan di daerah tersebut. Juga parit sekundernya (pembuangan), jangan lebih besar drainase dari sungainya. Selain itu, harus dipikirkan juga normalisasi sungai dan anak sungai.
“Artinya, Dinas PU Pemko Medan harus berkordinasi dengan Pemprovsu dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera. Karena di Medan sudah tidak pernah lagi ada menormalisasi sungai. Apalagi pemko sudah membeton trotoar sehingga resapan air berkurang,” terangnya.

Pemko juga diminta mengawasi pembangunan perumahan yang dilakukan pihak pengembang atau pribadi. Jangan sampai material bangunan masuk ke parit sehingga menimbulkan penyumbatan. Kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan harus terus disosialisasikan. Karena salah satu penyebab banjir adalah karena parit tumpat karena tumpukan sampah.

“Saya sering mengangkat Perda tentang pengelolaan persampahan di setiap kali sosialsiasi perda. Karena kalau berulang-ulang disosialisasikan masyarakat akan faham apalagi ada sanksi pidananya. Terbukti, sudah banyak masyarakat yang sadar terhadap kebersihan lingkungan. Hanya saja pemko belum meresponnya. Wadah-wadah sampah belum maksimal disiapkan. Padahal Surabaya, Jakarta dan bandung penanganan sampahnya sudah sangat baik. DPRD bersama Pemko Medan sering konsultasi soal sampah ke Surabaya, tapi penerapannya belum ada,” tuturnya.
Komentar Anda

Berita Terkini