Published : A-1Red
Editor : Amsari,Redaksi
MEDAN |Moltoday.com - Ketua
Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan, SH menyesalkan sikap pedagang warung
kopi (warkop) depan RS Elisabeth yang menciderai Kasatpol PP Pemko Medan
Syofian dengan air panas. Tindakan tersebut termasuk pidana, aparat penegak
hukum dimintanya supaya mengusut dan melakukan penindakan secara cermat.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, pedagang harus menghormati
institusi pemerintah yang menjalankan tugas. Apalagi sampai melukai kulit
dan melepuh akibat terkena air panas tersebut merupakan pejabat eselon II yakni
Kasatpol PP. Tindakan pedagang dianggapnya ceroboh dan sudah melecehkan
pemerintah.
“Kita boleh marah dan tidak senang dengan tindakan penggusuran
kios warkop oleh pemko melalui Satpol PP, tapi jangan melakukan tindakan
melanggar hukum sepwrti itu. Karena satpol PP adalah unsur pemerintah yang
tugasnya dilindungi oleh UU, mereka melaksanakan tugasnya, jangan diganggu
apalagi disakiti, karena kalau melawan akan berhadapan dengan hukum,” kata
Boydo kepada wartawan, Kamis (8/8) lewat telepon selulernya.
Meski menyalahkan oknum pedagang, Boydo juga mengingatkan Satpol
PP agar menahan diri sebelum duduk bersama antara pemko, dewan dan pedagang.
Apalagi Komisi C ingin sekali mengetahui apa program pemko untuk pedagang kaki
lima (PK5), khususnya pedagang warkop di depan RS Elisabeth.
Menurut Boydo, Komisi C heran dengan program pemko yang mendadak
menggusur pedagang. Padahal sebelumnya pemko melakukan rapat tentang PK5,
hasilnya rapat tidak ada penggusuran, tapi nyatanya digusur.
“Kalau pedagang warkop Elisabeth melanggar perda, apakah mereka
saja yang melanggar. Ratakan dong semua bangunan di atas parit dan pinggir
jalan umum di hampir seluruh wilayah Medan. Kafe remang-remang di jalan
Juanda kok gak digusur?” ucapnya heran.
Ia juga mengungkapkan, persoalan pedagang di Medan tidak pernah
tuntas, pasar yang Aksara yang terbakar dan pasar yang dibangun selalu tercipta
persoalan yang merugikan pedagang. Mengenai PK5 masyarakat sudah tahu kalau itu
melanggar perda, tapi pemko masih tebang pilih melakukan penertiban.
“Bagaimana pedagang
tidak marah, mereka sudah bertahun-tahun nyaman mencari rezeki. Tapi akhirnya
digusur dengan alasan melanggar perda. Apakah harus digusur? Kenapa tidak ada
jalan keluar, mereka kan cari makanuntuk nafkah keluarganya, apakah baik jika
rezeki mereka ditutup? Semestinya harus dibahas lagi untuk mencari win -win solution,”
tuturnya.