Kades Marindal I, BPN Deli Serdang dan Yayasan Budi Luhur Mangkir RDP, Ketua Komisi A: 2 Kali Tidak Hadir, Dijemput Polisi

author photo



Medan - Moltoday.com : Ketua Komisi A DPRD Sumut, Hendro Susanto berang terhadap Kepala Desa (Kades) Marindal I, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang dan pihak Yayasan Budi Luhur yang tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait status tanah yang dijadikan sebagai pemakaman etnis Tionghoa di Jl. Stasiun Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.


"Jika salah satu mitra/objek tidak hadir dalam 2 kali panggilan untuk RDP, maka akan dijemput oleh pihak kepolisian. Ini sudaj diatur dalam tat tertib kita," kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, Kamis (29/7/2021) siang.


Hendro mengaku heran dengan ketidakhadiran mereka. Padahal melalui RDP ini, para pemangku kebijakan dan pihak yang terlibat dalam persoalan pemakaman etnis Tionghoa ini, dapat memberikan klarifikasi maupun memaparkan data-data untuk menyelesaikan perkara.


Pantaun wartawan, Kepala Desa Marindal I, Ir. Ardianto sebenarnya sempat hadir dengan memakai baju Batik Biru lengan panjang dan Peci Hitam. Namun, ia langsung meninggalkan ruang RDP yang dilaksanakan di Aula Lantai I Gedung DPRD Sumut.


Menurut keterangan Ketua Badan Permusyaratan Desa (BPD) Deli Serdang, Hendrik Setiawan dalam forum RDP, Pihak dari Yayasan Budi Luhur yang tidak akan hadir karena mereka menolak untuk menerima surat undangan RDP. Bahkan, ketika mengantarkan surat undangan tersebut, pihak Yayasan Budi Luhur melalui seseorang yang mengaku putra sulung dari Alun/Harun, sang Ketua Yayasan membentak dan menunjuk-nunjuk muka mereka secara kasar dan arogan.


"Kita sudah sampaikan surat undangan RDP. Namun, kita sangat menyesali pihak Yayasan Budi Luhur berlaku arogan dan kasar. Yang menyambut kami masih muda, ngakunya anak sukung ketua yayasan. Tapi, tidak sopan," jelas Hendrik mengingat peristiwa itu.


Sementara Direktur Utama Forum Komunikasi Wartawan Indonesia (FKWI), Moh. Hendrik Paris Hutapea, SH menyampaikan bahwa kasus ini akan tetap mereka kawal hingga menemui titik terang. Sebab, dari hasil investigasi mereka selama ini, tanah yang dijadikan pemakaman etnis Tionghoa di Marindal I diduga tidak memilki alas hak atau izin yang jelas. 


Padahal, persoalan pemakaman sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1987 tentang  penyediaan dan penggunaan tanah untuk tempat pemakaman, dan Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah, beserta pengaturan retribusi sebagai pendapatan pemerintah. 


"Kita tetap akan kawal kasus ini. Tentu saja, dengan bantuan dari Komisi A DPRD Sumut. Kalau memang salah kita bilang salah, harus dibenarkan," ucap Hendrik.


Ketidaklengkapan mitra RDP yang hadir membuat agenda tersebut ditunda dan akan dilanjutkan dalam RDP kedua, dengan memanggil FKWI, Kades Marindal I, Yayasan Budi Luhur, BPN Sumut, BPN Deli Serdang, Bapenda Drli Serdang, PTPN II dan pihak lain terkait yang dianggap perlu untuk dihadirkan.


Diketahui, RDP dihadiri oleh Ketua Komisi A dari Fraksi PKS, Hendro Susanto, Anggota Komisi E dari Fraksi Nasdem Berkat Kurniawan Laoly, S.Pd, dan Komisi C dari Fraksi Nasdem Dr. Timbul Sinaga, SE,MSA, Penata Muda Pertanahan BPN Sumut, Hajar Aswad dan rombongan Anggota BPD Marindal I.


Adapula Dirut FKWI Moh. Hendrik Paris Hutapea SH, Sekjen FKWI Prasetiyo,M.I.Kom, Bendahara FKWI Yoga, Anggota FKWI seperti Solihan Hasibuan, Deta Desra Gea,SH, dan M. Reza Pahlefy S.I.Kom. (A-1Red)



Komentar Anda

Berita Terkini