STABAT | Masuk ke pokok perkara, Praperadilan dengan nomor perkara 51/Pid.Pra/2021/PN Mdn yang diajukan warga Dusun VII Bukit Dinding Desa Besilam Bukit Lembasa Kec. Wampu Kab. Langkat, terhadap Polda Sumut dan Kejatisu, terpaksa gugur dengan sendirinya.
Padahal para pengacara warga dari Kantor Hukum Metro yang diawaki Jonson David Sibarani SH, Togar Lubis SH, Roni Lesmana SH, Mulia Sembiring SH dan Ayu Tamala SH, tadinya sangat berharap Pengadilan Negeri Medan mengandaskan perkara yang disidik oleh Unit I Subdit III Jahtanras Ditreskrimum Polda Sumut itu.
Alasan Jonson dan kawan-kawan, perkara yang diproses Unit I Subdit III Jahtanras Ditreskrimum Polda Sumut itu, penuh dengan kejanggalan. Mulai dari perubahan pasal hingga keterangan yang berbeda-beda dari pihak pelapor, serta terkait keanehan dari barang bukti yang diajukan.
“Jadi dengan sangat menyesal, praperadilan yang kita ajukan di Pengadilan Negeri Medan, terpaksa gugur dengan sendirinya. Berdasarkan aturan, karena sidang pokok perkara sudah dimulai sebagaimana yang terjadi di PN Stabat ini, maka praperadilan yang kita ajukan di PN Medan terhadap Kapolda Sumut, menjadi gugur,” kata Jonson dan Togar.
Begitu pun, kata keduanya, semangat mereka tidak akan surut. Tim dari Kantor Hukum Metro akan maksimal dalam melakukan pembelaan dan pendampingan terhadap Mahen dan kawan-kawan di persidangan dengan nomor perkara 697/Pid.B/2021/PN Stb itu.
Jonson dan Togar sangat yakin, dari pendampingan yang dilakukan selama ini, Mahen dan kawan-kawan layak untuk dibebaskan dari hukuman. Sebab, alibi yang menyatakan mereka tidak melakukan perbuatan sebagaimana dituduhkan Rasita Ginting Cs sangat kuat.
“Ini tak ubahnya dengan peristiwa-peristiwa yang viral beberapa waktu belakangan, korban jadi tersangka. Perkara ini juga demikian. Makanya kita tidak akan menyerah. Kami akan maksimal membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah,” ujar mereka.
Seperti diketahui, Kamis (4/11/2021) Pengadilan Negeri Langkat di Stabat mulai menyidangkan Mey Hendra, 45, Kusno Utomo, 46, dan Suroto, 44. Menurut dakwaan jaksa, Baron Sidik S SH dan Randy Tumpal Pardede SH MH, ketiganya terdakwa melanggar Pasal 170 ayat 1 dan 336 KUHPidana.
Disebutkan jaksa, pada hari Sabtu tanggal 22 Mei 2021 sekitar pukul 17.00 Wib, telah terjadi pengerusakan secara beramai-ramai terhadap rumah dan mobil milik Okor Ginting yang ada di desa tersebut.
Atas dakwaan itu, para terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya langsung mengajukan eksepsi yang rencananya akan dibacakan pada persidangan sepekan ke depan.
Para pengacara dari Kantor Hukum Metro, di antaranya Jonson David Sibarani SH, Togar Lubis SH MH, Mulia Sembiring SH mengatakan, perkara yang dialami ketiga klien mereka itu sangat kental aroma dugaan kriminalisasinya.
Sebab sebut mereka, sebagaimana diterangkan para warga Bukit Dinding, tidak pernah ada terjadi perusakan terhadap rumah dan mobil seperti yang dituduhkan Rasita Ginting dalam laporannya. Sebab, jarak antara kerumunan massa warga dengan rumah yang diklaim rusak oleh kubu Okor Ginting itu sangat jauh.
Jonson menjelaskan, tiga kliennya pertama kali dilaporkan oleh Rasita Br Ginting pada Mei 2021 di Polres Langkat. Namun, dari hasil laporan itu, polisi tidak menemukan kerusakan pada rumah dan mobil. "Kasusnya pun tidak berjalan," timpal Togar Lubis.
Kemudian, lanjut Jonson, Indra Sakti Ginting, adik Rasita membuat laporan ke Poldasu pada Juli 2021. Namun, laporan tidak dilanjutkan bahkan dihentikan dengan bukti adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena sudah pernah melapor kasus yang sama di Polres Langkat.
Anehnya, sebut Jonson, laporan Rasita di Polres Langkat ditarik oleh penyidik Poldasu. "Di Poldasu pasalnya diubah. Dari pasal 170 Jo 406 di Polres, menjadi 170 Jo 336 di Poldasu," ungkap Jonson.
Terkait perkara ini, sambung Jonson, mereka melihat sejumlah kejanggalan. Sebab, pengakuan Rasita saat di BAP oleh Polres Langkat berbeda dengan BAP di Poldasu.
Intinya, lanjut Jonson, klien mereka dituduh telah melempar rumah dan merusak mobil Rasita. Posisi ketiga kliennya itu berada sangat jauh dari rumah Rasita, yakni sekitar 90-an meter.
Di samping itu, rumah tersebut juga terlindungi dari beberapa rumah warga lainnya. Sehingga sangat tidak mungkin dari jarak 90-an meter itu, warga bisa merusak rumah Rasita dengan lemparan batu.
Selain itu, di laporan waktu di Polres Langkat, Rasita dan para saksi hanya mengatakan ada pelemparan dengan batu krikil. Tapi setelah ditangani Polda Sumut, para kliennya malah dituduh membawa parang panjang, kayu panjang dan sebagainya.
"Klien kami tidak ada melakukan hal itu. Biar lebih jelas, silahkan tanya langsung kepada kilen kami bagaimana peristiwa sebenarnya," tutur Jonson.
Sementara Mey Hendra, satu dari 3 terdakwa menerangkan kronologi awalnya terjadi pada bulan Mai 2021 terkait adanya surat edaran yang isinya tandan buah sawit harus dijual kepada Sentosa Ginting.
"Jadi ibu-ibu ini merasa ini keputusan sepihak dan mendatangi kantor desa untuk menanyakan kepada Kepala Desa atas surat edaran yang ditandatangani beberapa kadus dan Kepala Desa setelah diadakan pertemuan bersama Kepala Desa istri saya menjelaskan kalau dalam pertemuan itu menemui kata sepakat," ucapnya.
Setelah itu Lanjut, Mey Hendra menjelaskan para ibu-ibu membubarkan diri dan pada saat keluar dari kantor desa datanglah rombongan Okor Ginting bersama rekan-rekannya menyuruh ibu-ibu kembali lagi ke Kantor Desa.
"Jadi di situ menurut ibu-ibu terjadilah pemukulan, penganiayaan di Kantor Desa. Jadi para ibu langsung menyelamatkan diri masing-masing. Tak lama setelah itu, warga mencoba datang ke kantor desa. Namun dihadang oleh anak buah Okor. Di sekitar jembatan menuju kantor desa itu, terjadi saling lempar-lemparan dengan yang melempari warga terlebih dahulu namun jarak dari rumah Okor Ginting cukup jauh sekitar 90 meter beginilah kasus awalnya," ucapannya.
Mey Hendra juga menceritakan kronologi awal dirinya dan dua rekannya dilaporkan karena dianggap melakukan pengancaman dan pengerusakan dalam peristiwa lempar-lemparan antara warga dengan anak buah Okor tersebut.
Mey Hendra berharap agar kasusnya terbuka dengan adil dan sesuai fakta yang terjadi serta bebas menentukan kemanapun menjual hasil kebun masyarakat tanpa ada tekanan manapun.
"Untuk persidangan ini, kami berharap hakim dan pihak-pihak terkait agar benar-benar melihat kasus ini sesuai fakta yang terjadi jangan ada tebang pilih," pungkasnya.
Sementara itu terkait persidangan dengan nomor perkara 697/Pid.B/2021/PN Stb ini, hakim menunda satu pekan ke depan dengan agenda eksepsi dari Tim Kuasa Hukum atas adanya dakwaan yang dinilai banyak kejanggalan.
Sementara itu di luar persidangan, massa warga yang berjumlah hampir seratusan orang berharap agar majelis hakim yang mengadili perkara ini dapat memberikan rasa keadilan bagi mereka.
“Kami minta agar saudara-saudara kami, Mey Hendra, Suroto dan Kusno jangan dikriminalisasi. Kami warga sudah sangat menderita. Kami mau merdeka di kampung kami sendiri. Tolong kami rakyatmu ini, Pak Jokowi,” pinta massa seraya membubarkan diri dengan tertib dan mengatakan akan mengawal proses persidangan itu hingga rekan-rekannya dibebaskan dari hukuman.(tim)