Ket Foto: Kasi Intel Kejari Sergai, Renhard Harve didampingi Jaksa Pidum Jhordy Nainggolan saat memaparkan penangkapan Johan Wijaya (38), DPO terpidana kasus pencabulan terhadap anak kandungnya, Senin (21/11/2022).
SERDANGBEDAGAI | Tim Intelijen Kejari Serdang Bedagai (Sergai) membekuk Johan Wijaya (38), seorang DPO kasus pencabulan dari tempat persembunyian nya di Jalan Bugis, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Senin (21/11/2022).
"Johan ditangkap berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Seirampah Nomor : 574/Pid.Sus/2020/PN Srh, Pengadilan Tinggi Sumut Nomor : 457/Pid.Sus/2021/PT Medan dan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 3731 K/Pid.Sus/2021," ujar Kasi Intel Kejari Sergai, Renhard Harve didampingi Jaksa Pidum Jhordy Nainggolan, saat memaparkan penangkapan DPO terpidana kasus cabul tersebut di Kantor Kejari Sergai di Seirampah.
Lanjut Kasi Intel, penangkapan terpidana ini merujuk dari hasil pemantauan yang dilakukan Tim Intelijen Kejari Sergai selama 7 hari terakhir.
"Setelah dilakukan pemantauan mendalam, tim langsung bergerak menuju tempat persembunyian Johan Wijaya dan berhasil meringkusnya tanpa perlawanan disaksikan Kepling I Seirengas Permata, Kecamatan Medan Area, Ibu Ermina Kaban," terangnya.
Usai diamankan, sambung Renhard Harve, tim kemudian membawa terpidana Johan ke Kantor Kejari Sergai untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan, sebelum diserahkan ke Lapas Kelas II-B Tebingtinggi.
"Sebelum diserahkan ke Lapas Kelas II-B Tebing Tinggi, kondisi kesehatan Johan Wijaya diperiksa lebih dulu oleh tim medis RSUD Sultan Sulaiman guna mencegah penularan Covid-19 di dalam Lapas," bebernya.
Renhard mengungkapkan, Johan adalah terpidana atas kasus pencabulan terhadap anak kandungnya yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) oleh hakim PN Seirampah, PT Sumut serta Mahkamah Agung, pada November 2021 lalu.
"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Johan Wijaya telah dijerat Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Kemudian, terpidana juga diancam 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti 2 bulan kurungan penjara," tegas Renhard Harve. (HR)