Published : Yunianto War
Editor : Redaksi
NIAS | Moltoday.com – Perseteruan pemilik tanah yang mengklaim atas hak
sertifikat dengan pihak Pemerintah Nias Barat dalam hal Pembangunan Puskemas Lahomi yang baru saja siap
dibangun Pemerintah di Desa Sitolu Banua Kec.Lahomi dihebohkan dengan penanaman
pohon pisang persis di depan jalan masuk Puskesmas.
Terpisah, Bupati Nias Barat Faduhusi
Daeli S.pd saat di konfirmasi di kediamannya Pendopo Bupati Nias Barat Selasa,
04 Mei 2019 sore menjelaskan kepada Media, bahwa hibah pertapakan
Puskesmas Lahomi ada, dan secara logika Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Barat
tidak bodoh, membangun Puskesmas yang biayanya miliaran rupiah, kalau hibah
tanah tidak ada. Perihal status, Puskesmas Lahomi
masih rawat jalan dan Pemda katakan rawat inap tujuannya untuk memberi
semangat agar masyarakat tidak kecewa.
Baca Juga : Bupati Nias Barat :” Puskesmas Lahomi Tidak Mungkin Dibangun Kalau Belum Memiliki Surat Hibah.
Bang Rey alias Ama William
Waruwu sebagai tokoh Lintas agama dan budaya dan aktivis pun angkat bicara.
“Pemda Nias Barat tentu saja
yang bersangkutan dalam hal ini, kenapa berani mendirikan bangunan di atas
lahan kepunyaan atau kepemilikan orang?. Masyarakat beranggapan bahwa;
pembuatan Puskesmas hanya sebagai cara menyelesaikan/membuang anggaran dalam
arti secara hukum,’memutus harga ditempat (seenaknya)’, “ disampaikannya melalui
Whatsapp pada awak media ini saat dikonfirmasi pada Sabtu (08/06/2019) pagi.
Rey menambahkan, Mengenai tanah
hibah, Pengertian hibah dapat juga ditemukan dalam Pasal 1666 KUHPerdata. Hibah
atau biasa juga disebut sebagai pemberian, hanya dapat dilakukan oleh pihak
yang berhak atas benda yang dihibahkan dan ia cakap untuk melakukan perbuatan
hukum tersebut. Barang yang dapat dihibahkan adalah yang sudah ada, bukan
barang yang akan ada di kemudian hari. Jika harta yang dihibahkan menyangkut
harta bersama atau harta gono gini, maka sesuai Pasal 35 ayat (1) UU
Perkawinan), pemberian hibah yang bersangkutan harus disetujui oleh istri atau
suami dari pihak yang menghibahkan.
“Namun demi menghindari komplain dari lain pihak hibah maka
sebaiknya dibuatkan akta hibah yang dibuat Notaris atau PPAT”,pungkasnya.
Yang menjadi pertanyaan, sambung Roy, ” apakah ada akta yang
dibuat oleh Pemda NB di notaris yang langsung disaksikan oleh yang memberi
Hibah ??. Dalam hal ini tidak ada !”.
Masih kata Rey, hal ini juga sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung,
dalam putusannya Nomor 27 K/AG/2002, yang
menyatakan bahwa seseorang yang mendalilkan mempunyai hak atas tanah
berdasarkan hibah, harus dapat membuktikan kepemilikan atas hibah tersebut
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 210 ayat (1) KHI, dan apabila diperoleh
berdasarkan hibah maka segera tanah tersebut dibaliknamakan, atas nama penerima hibah, jika tidak demikian
kalau timbul sengketa dikemudian hari, maka status tanah tersebut tetap seperti
semula kecuali benar-benar dapat dibuktikan perubahan status kepemilikannya.
Lanjut Rey, “jadi apa dasar hukum sehingga hal ini dilaporkan oleh
Pak Bupati?, apakah sudah ada akta hibah yang dibuat oleh Notaris PPAT?, atau ada surat
balik nama yang disaksikan dan ditanda tangani kedua belah pihak? Atau ada
surat notaris, nomor berapa dan tahun berapa?”.
“Jadi kalau tidak pembuktian
ini, kami masyarakat beranggapan sudah mengelabui kami, dan sudah merampas hak
masyarakat yang lemah, yang menjadi dasar hukum adalah Pemda sudah afpershing”,
Tegas Rey
“ Bila ada bukti itu semua maka laporan bapak bupati adalah sangat
tepat. Jika tidak ada bukti, maka telah mengelabui kami sebagai Masyarakat Nias
Barat.
Karena kami masyarakat
Nias Barat sangat butuh Rumah sakit
untuk berobat”, tutup Rey.